Kenakalan remaja dapat ditimbulkan oleh beberapa hal, sebagian di antaranya adalah:
1.PENGARUH KAWAN SEPERMAINAN
Di kalangan remaja,
memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri.
Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya.
Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya,
anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah
setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di
jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si
remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang
dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu
tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau
tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan
nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya
hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi
tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka
anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja
kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat
terlarang, dan lain sebagainya.Pengaruh kawan ini
memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama”. Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama”. Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari
masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk
mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan
kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada
si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan
maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus
berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah
akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus
dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab
dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan
masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah
pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III,
188, Sang Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu
mereka yang memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati,
menjaga barang-barang dan harta kita apabila kita lengah, memberikan
perlindungan apabila kita berada dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan
kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu sanak
keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha
Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka
adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang
yang tidak bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
2.PENDIDIKAN
Memberikan pendidikan
yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak
seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III,
188. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah
sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang
agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan
Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama
yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya
beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas dari
kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan
seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.Ketika anak
telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja,
anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu
memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah
agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan
semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam
masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan
anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua.
Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan.
Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak
orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan
kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah
sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya,
bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi
salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga
mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas,
biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan
ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin
bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya
bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya,
sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas
utama telah selesai dikerjakan.
3.PENGGUNAAN WAKTU LUANG
Kegiatan di masa remaja
sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha
menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada
kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si
remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai
bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal
ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan
yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan
negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain
untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk
menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal
dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya
sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat
jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam
hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan
sebagainya.Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si
remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang
kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang
tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh
lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si
remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya.
Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
Oleh karena itu,
orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih
bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri,
orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua
hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur
dengan urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam
‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan
apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran
dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.
Mengisi waktu luang
selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua
ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh
kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan
materi remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan
batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan
perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki
remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana
rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh
anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta
bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan berbagai bentuk
permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain sebagainya.
Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari
hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di
ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak
kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki
pola pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat
menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita
dapat berjumpa dengan banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma
dengan para Bhikkhu maupun pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari
libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi berenang,
jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.
4.UANG SAKU
Orangtua hendaknya
memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat
diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat
menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka
memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup
dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu menggunakan
prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang
Buddha.Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian
dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan
sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan semangat.
Pemberian uang saku
kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku
diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang
diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
1.Anak menjadi boros
5.Anak tidak menghargai uang, dan
6.Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.
7.PERILAKU SEKSUAL
Pada saat ini, kebebasan
bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan
bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di
tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa
memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah
pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu
bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian
terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam
era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian
pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang
putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak
hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak
hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti
harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan.
Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran
sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.Dalam memberikan
pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta,
orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan
kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang
diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak
ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran
dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat
memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga
agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan
sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah
dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya,
ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak.
Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya
dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila
tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang
paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua
dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya
selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya
sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada
orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini,
orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara
terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya
diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik
dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan
teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan
yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Sang Buddha telah memberikan pedoman
untuk bergaul yang tentunya juga sesuai untuk pegangan hidup para
remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan Pancasila
Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah
latihan untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan,
kebohongan, dan mabuk-mabukan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang
kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka
akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan
dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan
menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan
perbuatan yang harus dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar